TIMES WAMENA, JAKARTA – Wacana penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dengan campuran etanol 10 persen atau E10, dinilai bisa membawa dampak positif bagi kendaraan keluaran, khususnya tahun 2010 ke atas.
Hal itu ditegaskan pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu. Menurutnya, mesin modern sudah dirancang agar kompatibel dengan bahan bakar beretanol dan justru bisa bekerja lebih efisien.
“Untuk mesin tahun 2010 ke atas, penambahan etanol memberikan efek positif. Angka oktan yang lebih tinggi bisa mencegah knocking dan meningkatkan efisiensi pembakaran hingga 20–30 persen,” ujar Yannes dikutip ANTARA dari Jakarta, Rabu (15/10/2025).
Yannes menjelaskan, mesin mobil keluaran 2010 ke atas sudah dirancang untuk memenuhi standar emisi Euro 4 dan Euro 5, umumnya sudah dilengkapi teknologi injeksi modern serta material tahan etanol.
“Desainnya memang disiapkan untuk konsumsi bahan bakar beretanol hingga E10, bahkan lebih. Dengan sistem pembakaran yang kompatibel, performa mesin meningkat dan emisi gas buang berkurang,” tuturnya.
Yannes menambahkan, penggunaan E10 juga bisa menurunkan emisi secara signifikan. Karbon monoksida bisa turun hingga 30 persen, hidrokarbon 10 persen, dan partikel padat sampai 40 persen.
Sementara kendaraan lama produksi sebelum 2010, lanjut Yannes, bisa jadi tidak kompatibel dengan BBM bertanol di atas 5 persen atau E5.
“Terutama pada bahan-bahan karet yang dipakai pada saluran BBM-nya, akibatnya, penutup dan pipa karetnya dapat cepat getas dan bisa menyebabkan kebocoran bahan bakar,” jelasnya.
Kendaraan lawas umumnya masih banyak yang menggunakan tangki logam tanpa pelapis khusus.
Ini dinilai akan membuatnya semakin rentan korosi karena etanol menyerap air, ditambah dengan ECU yg belum adaptif, sehingga tidak bisa mengatur timing optimal, dan akan menyebabkan pembakaran tidak efisien.
Diketahui, pemerintah masih menyusun peta jalan atau roadmap pengimplementasian E10 atau bahan bakar minyak (BBM) yang mengandung etanol sebesar 10 persen.
Rencana untuk mengembangkan E10 berangkat dari keberhasilan pemerintah mengimplementasikan biodiesel, dari yang semula B10 atau campuran 10 persen minyak mentah sawit (crude palm oil/CPO) dengan 90 persen solar untuk bahan bakar diesel.
Kebijakan biodiesel tersebut sudah berkembang hingga B40. Bahkan untuk 2026, pemerintah menargetkan pengimplementasian B50.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia menjelaskan implementasi E10 masih menunggu persiapan pabrik etanol, baik yang berbahan baku tebu maupun singkong. Langkah tersebut selaras dengan arahan Presiden Prabowo Subianto soal pembangunan industri etanol. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Pakar ITB: BBM dengan Campuran Etanol 10 Persen Bisa Dongkrak Efisiensi Mesin
Pewarta | : Antara |
Editor | : Ronny Wicaksono |