TIMES WAMENA, KARAWANG – Bernama lengkap Natasya Eka Nanda Sonia Puri (21), seorang mahasiswi cantik jurusan Teknik Informatika Universitas Buana Perjuangan Karawang, tengah menggaungkan sebuah visi besar.
Dikenal akrab dengan panggilan Aca di ranah publik dan Kaka di rumah, pemilik akun media sosial Instagram @natasyae__ mengadvokasikan program JAGO AI (Generasi Bijak dan Beretika dalam teknologi Kecerdasan Buatan).
Menurut Natasya, secepat apa pun AI berkembang, ia tidak akan pernah bisa menggantikan esensi kemanusiaan. "Nilai kita sebagai manusia sosial yang memiliki pengalaman pribadi dan intuisi adalah esensi yang tak tergantikan," ujarnya kepada TIMES Indonesia, Kamis (4/12/2025).
Dikatakannya, advokasi ini bertujuan membangun generasi yang tidak hanya cerdas berteknologi, tetapi juga bijak beretika, memastikan AI menjadi alat yang mendukung, bukan menggerus kemanusiaan.
Inovasi AI untuk Kesejahteraan Global
Komitmen Natasya dalam menjembatani teknologi dengan tantangan sosial diakui secara internasional. Bukti konkretnya adalah perolehan Silver Medal dalam kompetisi International Language And Education Invention, Innovation, And Design Exposition (ILEIID) 2025 kategori Junior Inventor.
"Inovasi yang saya usung, yaitu SmartMed Barcode adalah solusi berbasis Kecerdasan Buatan untuk klasifikasi obat-obatan medis sesuai standar hukum global," ungkap Natasya menjabarkan sembari tersenyum manis.
Inovasi ini dirancang untuk meningkatkan keamanan, menjamin kepatuhan regulasi, serta memberikan edukasi mengenai dosis dan status legal obat di berbagai negara, termasuk studi kasus regulasi dari Amerika Serikat, Belanda, dan Indonesia.
"Sistem ini tentunya memberikan rekomendasi penggunaan yang dipersonalisasi, seperti dosis dan usia pengguna, mengatasi keterbatasan sistem kode batang konvensional," ucap Natasya menerangkan.
Jejak Kepemimpinan dan Konsistensi Akademik
Perjalanan kepemimpinan Natasya dimulai jauh dari bangku kuliah, berawal dari pengalaman sebagai Wakil Divisi Pengajaran dan Ketua Panitia Hari Santri Nasional di pondok pesantren. Ia menegaskan, "kepemimpinan bukan sekadar posisi, tetapi tanggung jawab untuk melayani orang lain."
Konsistensi dan manajemen waktu menjadi kunci, seperti yang ia buktikan saat magang di Bank Syariah Indonesia (BSI), di mana ia berhasil merancang website real-time internal sambil menuntaskan kewajiban kuliah malam.
Kemudian lebih lanjut prestasi akademiknya juga meliputi Finalis BSI English Debate Competition (2024), serta keterlibatan dalam Penelitian Fundamental Reguler (PFR) Kemdiksaintek (2025).
Ia juga aktif mengembangkan portofolio penuh, dari Sistem Reservasi Hotel hingga menjadi UI/UX Designer, yang seluruhnya terdokumentasi via GitHub, diperkuat dengan pelatihan bersertifikasi internasional dari Google Coursera dan Huawei.
Dari Kegagalan Menuju Panggung Duta
Perjalanan Natasya menemukan panggungnya tidaklah mulus. Sebelum meraih gelar Duta Kampus UBP Karawang 2025, ia sempat merasakan kegagalan dalam Pemilihan Remaja Budi Pekerti (PRB) XXI 2025.
Namun, kegagalan itu justru menjadi titik balik dan memantapkan dirinya kini berjuang di ajang Duta Pendidikan Jawa Barat. Ia terinspirasi oleh sepasang dosen yang tengah menempuh studi post-doc di Korea Selatan, yang mengajarkannya bahwa mengenal orang hebat adalah privilese besar.
"Saya kini berupaya untuk terus bertumbuh menjadi pribadi yang ingin merasakan dan belajar dari kegagalan, menjadikannya bahan bakar untuk kemajuan," tutur Natasya menambahkan.
Lebih jauh dirinya yakin dan percaya bahwa pendidikan sejati bukan hanya tentang daftar capaian, melainkan upaya mendalam untuk terus memuliakan kehidupan manusia pada umumnya.
Pesan untuk Generasi Z
Melihat Generasi Z yang cenderung menginginkan hasil serba cepat, Natasya Eka mengajak rekan-rekannya untuk fokus pada proses. Ia lantas menyimpulkan pesannya dengan kalimat langsung.
"Saya percaya bahwa hasil terbaik selalu datang dari proses yang sabar dan penuh niat baik. Mari kita pastikan bahwa setiap kemajuan teknologi berfungsi untuk memuliakan kehidupan kita sebagai manusia, bukan mengurangi esensi kemanusiaan itu sendiri," imbuhnya.
Natasya memegang teguh prinsip hidup dari ayahnya: “Jangan pernah melawan ketentuan Tuhanmu, orang tuamu, dan gurumu.” Prinsip inilah yang menuntunnya untuk konsisten menjadi figur publik yang bertanggung jawab dan teladan bagi komunitasnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Jago AI, Advokasi Natasya Eka untuk Generasi Bijak dan Beretika
| Pewarta | : Wandi Ruswannur |
| Editor | : Faizal R Arief |