https://wamena.times.co.id/
Kopi TIMES

Polemik Penetapan Pencatatan Izin Perkawinan Beda Agama

Selasa, 12 Maret 2024 - 16:00
Polemik Penetapan Pencatatan Izin Perkawinan Beda Agama Radhyca Nanda Pratama, Magister Kenotariatan Universitas Indonesia dan Legal Officer Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

TIMES WAMENA, JAKARTA – Pada tahun 2023 secara resmi Mahkamah Agung telah menerbitkan Surat Edaran No. 2/2023 tentang Petunjuk bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat yang Berbeda Agama dan Kepercayaan (SEMA 2/2023). SEMA tersebut berisi himbauan dari Mahkamah Agung kepada Hakim manakala mengadili perkara permohonan pencatatan perkawinan beda agama harus berpedoman pada ketentuan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 8 huruf f UU 1/974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) dan Pengadilan (vide Pengadilan Negeri) harus menolak permohonan penetapan pencatatan perkawinan beda agama tersebut.

Menurut hemat saya Mahkamah Agung cenderung terjebak dan terikat dalam nuansa positvistik UU Perkawinan semata melainkan tidak mempertimbangkan aspek sosiologis Indonesia sebagai negara kepulauan. Jangan lupa konsekuensi dari Indonesia sebagai negara kepulauan berupa multi culture, etnis dan religius. Oleh karena itu, adanya keberagaman suku, agama, ras, dan budaya bangsa Indonesia sudah selayaknya harus diakui dan dihargai.  

Jika bersandar pada praktik peradilan dalam perkara permohonan pencatatan perkawinan beda agama terdapat beberapa putusan pengadilan yang telah mengabulkan perkara tersebut. Pertama, Putusan Pengadilan Negeri Bekasi Nomor 91/Pdt.P/2022/PN Bks. Kedua, Putusan Pengadilan Negeri Depok Nomor 88/Pdt.P/2023/PN Dpk. 

Memang kedua putusan tersebut diucapkan sebelum diterbitkan SEMA 2/2023 namun SEMA tersebut tidak serta menderogasi wewenang Pengadilan Negeri untuk tidak mengabulkan perkara semacam itu. Secara yuridis negara hanya mengakomodir ketentuan formil yang bersifat administratif terkait pencatatan perkawinan beda agama dalam ketentuan Penjelasan Pasal 35 huruf a UU 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk).

Persoalan perkawinan beda agama telah menjadi problematik Hukum Keperdataan (Hukum Perkawinan) yang sejak dahulu tidak kunjung dapat diakhiri sehingga terbitlah SEMA 2/2023. Oleh sebab itu, terdapat dua catatan penting dari saya terkait polemik penetapan pencatatan perkawinan beda agama yang selanjutnya diuraikan di bawah ini.

Pertama, kuatnya unsur agamawi dalam UU Perkawinan. Bila diperhatikan dalam ketentuan Pasal 1 jo. Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 8 huruf f UU Perkawinan, sebagaimana dalam bunyi redaksional dari ketentuan-ketentuan tersebut mengukuhkan unsur agamawi sebagai salah satu syarat untuk dapat dilangsungkannya perkawinan. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya frasa “Agama” dan “Ketuhanan yang Maha Esa.”
Unsur agamawi dalam Perkawinan juga mengimbas terhadap administratif pencatatan perkawinan di Indonesia yang mengalami dualisme. Sebagaimana kita ketahui hal tersebut dapat ditemui dalam ketentuan PP 9/1975 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 1/974 tentang Perkawinan (PP 9/1975). 

Melalui ketentuan Pasal 2 PP 1975 menjelaskan bahwa bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, pencatatannya dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah (Kantor Urusan Agama/KUA). Sedangkan bersandar dalam ketentuan Pasal 3 PP 9/1975 menyatakan bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama dan kepercayaannya selain muslim, pencatatannya dilakukan oleh Kantor Catatan Sipil (Instansi setempat yang membidangi urusan Kependudukan dan Pencatatan Sipil). 

Sehingga dapat ditarik suatu konklusi bahwa UU Perkawinan berikut aturan pelaksananya semata-mata memandang dan mesyaratkan perkawinan secara mutlak menurut hukum agama dan kepercayaan. Berbeda halnya dengan KUH Perdata, sebagaimana melalui ketentuan Pasal 26 KUH Perdata hanya memandang perkawinan dalam hubungan keperdataan saja.

Kedua, Asas Preferensi tidak dapat menyelesaikan persoalan yuridis perkawinan beda agama. Dalam hal ini ada dua Asas Preferensi yang tidak dapat menjawab persoalan hukum perkawinan beda agama yakni, Asas Lex Specialis Derogate Legi Generalis (ketentuan hukum yang bersifat khusus menegasikan ketentuan hukum yang bersifat umum) dan Asas Lex Posterior Derogate Legi Priori (ketentuan hukum yang baru menderogasikan ketentuan hukum yang bersifat lama).

UU Perkawinan yang secara spesifik mengatur menganai segala hal yang menyangkut perkawinan tentu menderogasi UU Adminduk yang sebatas hanya mengatur mengenai ketentuan terkait administratif pencatatan perkawinan. Sedangkan jika disandarkan pada sisi tahun pengundangan dari kedua undang-undang tersebut, maka UU Adminduk-lah (vide UU 23/2006) berkedudukan sebagai ketentuan hukum yang baru sehingga dapat mengesampingkan UU Perkawinan (vide UU 1/1974) yang berkedudukan sebagai ketentuan hukum yang lama.

Bilamana kedua asas hukum tersebut diterapkan terhadap kedua undang-undang tersebut untuk menjawab manakah undang-undang yang lebih superior dalam persoalan penetapan pencatatan perkawinan beda agama, maka saya berpandangan akan kedua asas tersebut tidak dapat digunakan dikarenakan saling kontradiksi. Dengan demikian sudah saatnya persoalan perkawinan beda agama bukan hanya diselesaikan melalui diskresi oleh Mahkamah Agung dalam SEMA 2/2023 melainkan juga menjadi pekerjaan rumah legislasi yang semestinya didorong untuk dapat diakomodir terkait persoalan perkawinan beda agama dalam UU Perkawinan.  (*)

***

*) Oleh : Radhyca Nanda Pratama, Magister Kenotariatan Universitas Indonesia dan Legal Officer Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Wamena just now

Welcome to TIMES Wamena

TIMES Wamena is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.